Friday, November 9, 2018

IMPLEMENTASI DISKRESI POLRI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRES KUDUS

Seiring dengan kemajuan budaya dan iptek, perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah, sedangkan terhadap perilaku yang tidak sesuai norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat.
Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut juga sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat bermacam-macam kejahatan yang dituangkan dalam titel-titel dan merupakan bagian-bagian dari Buku II sebagai bentuk penggolongan tindak pidana secara kualitatif oleh KUHP. Salah satu bentuk kejahatan yang diatur dalam KUHP adalah pencurian, yaitu sebagaimana diatur dalam Buku II, Titel XXII, Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP.
Tindak pidana pencurian dalam bentuk baku adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 362 KUHP, yaitu mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Tindak pidana pencurian merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang paling sering terjadi, baik di Indonesia ataupun di negara-negara lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian, baik faktor sosial, lingkungan, maupun mental. Tindak pidana pencurian tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi juga banyak dilakukan oleh anak-anak. Bahkan akhir-akhir ini banyak diberitakan di berbagai mass media mengenai adanya tindak pidana yang melibatkan anak-anak sebagai pelakunya, termasuk pula tindak pidana pencurian. Dalam kondisi demikian, masyarakat umum berpendapat bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dapat dikatakan sebagai korban karena pada dasarnya anak-anak belum mampu berpikir dengan matang mengenai akibat dari perbuatan yang dilakukannya.
Dari segi penegakan hukum, tentunya berlaku asas persamaan kedudukan di muka hukum, sehingga hukum tidak memandang pelaku tindak pidana tersebut, baik dewasa ataupun anak, hukum tetap harus ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan penegakan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ini, secara kelembagaan maupun perangkat hukum memberikan pembinaan dan perlindungan terhadap anak-anak agar dapat lebih terjamin demi terwujudnya kesejahteraan anak.
Dalam sistem peradilan pidana, kedudukan Polri adalah sebagai pintu masuk dapat diprosesnya suatu tindak pidana menurut hukum acara pidana yang berlaku. Polri dalam menjalankan perannya mendasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Namun di sisi lain, Polri juga memiliki kewenangan untuk menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pertimbangan dan situasi yang ada, atau yang dalam pengertian lain sering diistilahkan dengan Diskresi Polri.
Diskresi diartikan sebagai suatu kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau atas kuasa undang-undang untuk bertindak atas dasar pertimbangan atau keyakinan sendiri, tindakan mana lebih bersifat moral daripada bersifat hukum. 
Dengan diskresi Polri inilah, Polri memiliki kewenangan penuh untuk menyelesaikan suatu perkara pidana melalui pengadilan atau tidak, termasuk dalam penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Namun dalam praktiknya, diskresi Polri ini sering disalahartikan oleh sebagian besar masyarakat, yang menganggap penggunaan diskresi Polri tersebut hanyalah sebagai pintu lobi atau damai penyelesaian perkara pidana.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis memandang layak untuk dilakukan penelitian terhadap penerapan diskresi Polri dalam penanganan tindak pidana, khususnya tindak pidana pencurian yang dilakuan oleh anak melalui bentuk penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Diskresi Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Di Polres Kudus”

No comments:

Post a Comment

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSEKUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Peradaban dunia pada saat ini ditandai dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua sektor k...