Friday, November 9, 2018

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT FIF CABANG KUDUS

Pesatnya perkembangan dunia usaha dan industri di Indonesia saat ini membawa dampak yang sangat besar dalam dinamika bisnis di negara ini. Kondisi perekonomian serta tuntutan menuju pasar bebas dunia menjadikan para pengusaha saling berlomba dalam mengembangkan usahanya. Sebagaimana diketahui, bahwa untuk mengembangkan perusahaan, sangat dibutuhkan permodalan yang cukup. Untuk memenuhi permodalan tersebut, salah satunya dapat diperoleh melalui pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.
Peranan lembaga keuangan bukan bank adalah untuk mengimbangi kebutuhan pendanaan bagi perusahaan yang membutuhkan apabila dana yang dipinjam dari bank masih dirasa tidak mencukupi. Salah satu caranya adalah mengadakan perjanjian dengan pihak lembaga keuangan bukan bank yang bergerak di bidang pendanaan/pembiayaan (finance).

Keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan di Indonesia pertama kali diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Perusahaan pembiayaan menurut ketentuan Pasal 1 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000, adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan menurut ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000, adalah :
a. Sewa Guna Usaha;
b. Anjak Piutang;
c. Usaha Kartu Kredit;
d. Pembiayaan Konsumen.
Dari macam-macam kegiatan yang diselenggarakan perusahaan pembiayaan tersebut di atas, yang mengalami perkembangan sangat pesat adalah kegiatan pembiayaan konsumen. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan lembaga pembiayaan konsumen yang didirikan untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan konsumen dan semakin banyaknya anggota masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan lembaga pembiayaan.
Dalam pelaksanaan usaha-usaha lembaga pembiayaan sebagaimana tersebut di atas, sebagai upaya perlindungan terhadap kreditor (lembaga pembiayaan) dari kemungkinan-kemungkinan adanya wanprestasi oleh debitor dan agar transaksi pembiayaan tersebut di atas dapat berlangsung dengan baik dan aman, maka dalam praktik dikenal adanya “jaminan” dari pihak yang berhutang (debitor) kepada pihak yang berpiutang (kreditor). Hal ini dilakukan untuk menjamin agar hutang tersebut akan dibayar sesuai dengan perjanjian dan jika yang berhutang ingkar janji maka benda yang dijadikan jaminan dapat dijual oleh pihak yang berpiutang untuk menggantikan hutang yang tidak dibayarkan tersebut.
Pengertian jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitor dan atau pihak ketiga kepada kreditor karena pihak kreditor mempunyai suatu kepentingan bahwa debitor harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan jaminan, yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 1139 sampai dengan Pasal 1149 KUH Perdata (piutang yang diistimewakan);
b. Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata (gadai);
c. Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1178 KUH Perdata (hipotek);
d. Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata (penanggungan utang).
Selain terdapat pada KUH Perdata, di luar KUH Perdata dapat pula ditemui jaminan dalam bentuk hipotek kapal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selanjutnya sebagai lex spesialis dari KUH Perdata, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang mengatur jaminan atas kebendaan dalam bentuk tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dan juga telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 
Mengenai jaminan fidusia, bentuk jaminan ini telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat. Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia.
Pada awalnya, Benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi objek Fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.
Pengertian Fidusia menurut Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Adapun pengertian jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah :
“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya”.

Keutamaan lain dari fidusia yang dianggap melindungi kreditor adalah adanya larangan pengalihan benda jaminan yang sudah dijamin secara fidusia oleh debitor. Selain itu dalam hal terjadi wanprestasi, dengan jaminan fidusia pihak kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung terhadap benda jaminan. Hal tersebut adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya, dengan dilaksanakannya penjaminan secara fidusia yang dibuktikan oleh Sertifikat Jaminan Fidusia, kreditor dapat secara langsung melakukan eksekusi terhadap benda jaminan tanpa melalui proses gugatan pengadilan.
Dengan keutamaan-keutamaan yang ada pada bentuk penjaminan fidusia tersebut di atas, penggunaan fidusia dalam praktik pembiayaan konsumen di Kabupaten Kudus saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyaknya keberadaan lembaga pembiayaan yang menggunakan fidusia dalam transaksi pembiayaan konsumen, termasuk salah satunya adalah PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Kudus.
PT. FIF Cabang Kudus merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang berada di Kabupaten Kudus yang kegiatan usahanya melakukan pembiayaan konsumen dalam hal pembelian sepeda motor merek Honda. Dengan demikian, PT. FIF merupakan perusahaan lembaga pembiayaan konsumen resmi rekananan produsen sepeda motor merek Honda yang kegiatan usahanya melakukan pembiayaan terhadap konsumen dalam pembelian sepeda motor merek Honda.
Dalam praktik pelaksanaan usaha pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT. FIF, walaupun sudah dilakukan penjaminan secara fidusia namun dalam hal terjadi wanprestasi oleh debitor, eksekusi secara langsung terhadap benda jaminan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 pelaksanaannya masih sulit dan masih banyak kendala yang dihadapi oleh PT. FIF Cabang Kudus.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dan guna mengetahui praktik eksekusi objek jaminan fidusia oleh PT FIF Cabang Kudus beserta kendalanya, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian terhadap hal tersebut ke dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudul “EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT FIF CABANG KUDUS”.

No comments:

Post a Comment

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSEKUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Peradaban dunia pada saat ini ditandai dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua sektor k...