Thursday, August 20, 2009

MAKNA SUMPAH POCONG SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PADA MASYARAKAT DITINJAU DARI HUKUM ADAT

A. Latar Belakang
Di era modernisasi yang telah melanda negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran seseorang untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur peradilan. Namun yang terjadi pada praktek kehidupan bermasyarakat tidak selamanya setiap sengketa diselesaikan melalui jalur peradilan, justru lebih banyak yang diselesaikan melalui jalur di luar peradilan. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dimana penyelesaian sengketa (disputing process) melalui jalur di luar peradilan seperti sumpah pocong yang telah berkembang di Kalimantan Barat dan Madura (Intisari, Desember 1996). Namun tidak menutup kemungkinan dikalangan elite politik seperti anggota DPRD yang dituduh korupsi uang negara di Gresik dan Bondowoso juga melakukan sumpah pocong.
Sumpah berarti suatu pernyataan tentang keterangan atau janji, yang diucapkan dihapan kyai (tokoh agama) dengan mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan. Sedangkan pocong berati mayat yang diselubungi dengan kain kafan. Jadi sumpah pocong berarti pernyataan tentang janji yang dilakukan oleh penganut agama Islam, dengan cara dibalut seluruh tubuhnya dengan kain kafan seperti orang meninggal, disumpah di bawah kitab suci Al Qur’an. Sumpah pocong memiliki konsekuensi, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, orang yang disumpah diyakini mendapat hukuman dari Tuhan (Intisari, Desember 1996; Surya, 30 April 2002).


Persengketaan akan muncul karena adanya konflik antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat dan masing-masing pihak yang bersengketa kurangnya bukti-bukti dan saksi-saksi sehingga tidak mungkin untuk diselesaikan ke jalur peradilan. Oleh sebab itu pihak yang bersengketa, hanya bisa bicara, bersikukuh pada dalil masing-masing dan tidak mempunyai bukti yang lengkap untuk mencari fakta yang benar, maka mereka menyelesaikan sengketa melalui sumpah pocong.
Menurut penelitian (Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 6 No. 2 Agustus 2005) bahwa persengketaan masalah harta waris, tanah, persaingan bisnis, utang piutang dan gangguan terhadap istri pada masyarakat Jawa pada umumnya diselesaikan melalui sumpah.
Pelaksanaan sumpah pocong selalu dilakukan di masjid, karena akan menambah kenyakinan bagi orang yang disumpah dan memiliki keampuhan dari sumpah pocong tersebut (Intisari, Desember 1996).
Masyarakat Jawa pada umumnya masih melakukan sumpah pocong untuk menentukan perilaku mana yang benar dan yang salah. Sumpah pocong tersebut dilaksanakan berkaitan erat dengan pola penghayatan dalam memaknai peristiwa.
Di tengah hirup pikuknya kemajuan jaman dan teknologi saat sekarang ini, penggunaan sumpah pocong sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang ada sangat menarik perhatian berbagai kalangan. Hal tersebut didasarkan pada praktek pelaksanaan sumpah pocong yang selalu ramai dikunjungi oleh banyak masyarakat yang ingin menyaksikannya. Bertolak dari uraian tersebut di atas penulis berkeinginan untuk mengetahui seluk beluk penyelesaian sengketa melalui sumpah pocong tersebut ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul ” MAKNA SUMPAH POCONG SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PADA MASYARAKAT DITINJAU DARI HUKUM ADAT”.

B. Perumusan Masalah
Rumusan permasalah penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa pada masyarakat Jawa ?
2. Bagaimana makna sumpah pocong dalam adat istiadat masyarakat Jawa?

C. Pembahasan
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa pada masyarakat Jawa
Penggunaan sumpah pocong berawal dari adanya sengketa yang terjadi di suatu masyarakat. Pada umumnya sengketa yang muncul untuk kasus-kasus sumpah pocong adalah mengenai masalah tuduhan santet, masalah bisnis, utang piutang , perselingkuhan, pencurian dan masalah aib (misal: hamil di luar nikah). Gagasan untuk melakukan sumpah pocong sebagai penyelesaian sengketa (disputing process), diajukan penggugat yang merasa sangat yakin berada di pihak yang paling benar. Tertuduh juga mempunyai keyakinan pada pihak yang benar. Pada umumnya penggugat-tergugat tidak ingin permasalahan diselesaikan melalui jalur peradilan, dikarenakan tidak mempunyai bukti-bukti yang lengkap dan saksi-saksi yang kuat. Mereka memilih sumpah pocong supaya persoalan tidak berlarut-larut dan segera diselesaikan untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Selain itu, penyelesaian sengketa melalui sumpah pocong dianggap oleh masyarakat tidak menghabiskan uang, tenaga, dan waktu yang terlalu banyak.
Penggugat-tergugat dalam pelaksanaan sumpah pocong selalu didukung oleh kerabat dan temannya. Sengketa pada masyarakat Jawa pada mulanya dari antar individu dan berkembang menjadi antar kerabat. Hal ini juga diungkapkan oleh Gulliver sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo bahwa sengketa dapat timbul dari individu dengan individu yang lain, namun bisa juga antar kerabat. (Satjipto Rahardjo, Antropologi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991 : 336)
Sumpah pocong yang dikatakan sebagai disputing proces melalui jalur di luar peradilan; ternyata sebelum dan saat prosesi sumpah pocong diperlukan adanya pelegalan (pengesahan) dari aparat negara (legal structure). Dalam hal ini menurut Hooker disebut percampuran struktur (Coumpounding Struction), yaitu adanya penyelesaian sengketa melalui jalur di luar peradilan dipengaruhi oleh adat yang terikat oleh kebijakan negara.
Bagi pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan perkara di luar pengadilan merupakan jalur yang efektif karena secara tenaga dan waktu lebih cepat prosesnya dibanding dengan jalur hukum konstitusional. Selain itu dilihat dari rasa keadilan belum tentu penyelesaian yang dilakukan melalui pengadilan legal (pengadilan konstitusional) dengan keputusan berdasarkan kepastian hukum memberi kepuasan bagi yang bersengketa. Penyelesaian sengketa dibawah bimbingan pemuka agama (kyai) lebih dirasakan sebagai keadilan yang membawa kondisi sosial kembali stabil (harmonis).

2. Makna Sumpah Pocong dalam Adat Istiadat Masyarakat Jawa
Untuk mencari makna yang terkandung di dalam sumpah pocong pada masyarakat Jawa haruslah mengacu pada pengertian: sumpah yang berarti suatu pernyataan tentang keterangan atau janji, yang diucapkan dihadapan kyai (tokoh agama) dengan mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan. Sedangkan pocong berati mayat yang diselubungi dengan kain kafan. Jadi sumpah pocong berarti pernyataan tentang janji yang dilakukan oleh penganut agama Islam, dengan cara dibalut seluruh tubuhnya dengan kain kafan seperti orang meninggal, disumpah di bawah kitab suci Al Qur’an.
Sumpah pocong memiliki konsekuensi, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, orang yang disumpah diyakini mendapat hukuman dari Tuhan (Intisari, Desember 1996; Surya, 30 April 2002). Hukuman dalam hal ini yang diterima biasanya adalah dalam bentuk kematian.
Makna sumpah pocong pada masyarakat Jawa selain berkaitan dengan harkat dan martabat juga mempunyai makna untuk membawa keharmonisan kehidupan sosial mayarakat. Karena sengketa-sengketa yang terjadi itu merusak tatanan yang ada. Jika tindakan ini dibiarkan berlarut-larut maka tatanan sosial secara keseluruhan akan rusak. Oleh karena itu, demi menjaga agar tatanan sosial yang terlanjur dirusak itu menjadi normal kembali sebagaimana semula pelakunya harus segera di sumpah pocong.
Dengan demikian sumpah pocong yang berakibat kematian merupakan resiko yang harus diterima sebagai bentuk pertanggung jawaban atas tindakannya tersebut.

D. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong dimasyarakat Jawa adalah bahwa masalah yang diselesaikan dengan sumpah pocong lebih mengarah pada tuduhan, sehingga dalam kasus-kasus yang ada tidak cukup bukti dan saksi jika diproses melalui jalur peradilan. Alasan bagi para pihak yang bersengketa memilih sumpah pocong sebagai penyelesaian sengketa, dikarenakan proses pelaksanaan sumpah pocong tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, waktu dan biaya dan lebih memenuhi rasa keadilan bagi mereka dibandingkan melalui jalur peradilan.
2. Makna Sumpah pocong dalam budaya masyarakat Jawa lebih berkaitan dengan harga diri, harkat dan martabat dan perasaan malu. Dengan adanya sumpah pocong akan membawa keharmonisan dalam kehidupan sosial.

No comments:

Post a Comment

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSEKUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Peradaban dunia pada saat ini ditandai dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua sektor k...