Friday, May 6, 2011

EFEKTIFITAS LEMBAGA PRAPERADILAN DALAM MELINDUNGI HAK-HAK TERSANGKA PADA PROSES PENYIDIKAN


KUHAP sebagai landasan yuridis formal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia telah berupaya memberikan perlindungan kepada para pihak yang terlibat dalam peradilan pidana, tidak terkecuali terhadap tersangka pelaku tindak pidana, dari mulai tahap penyidikan hingga tahap pemidanaan.
Tahap penyidikan merupakan pintu awal yang menentukan seseorang dapat dinyatakan sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Pasal 1 angka (2) KUHAP menyebutkan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Adapun selaku penyidik menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) KUHAP adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dengan demikian KUHAP mengenal dua golongan penyidik, yaitu penyidik Polri dan penyidik PNS, dalam penelitian ini akan dikhususkan pada penyidik Polri.

Dalam melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut untuk membuat terang perkara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Kewenangan-kewenangan penyidik itulah yang pada praktiknya sering memunculkan permasalahan. Sering terjadi kesalahan pelaksanaan kewenangan penyidik tersebut yang merugikan tersangka dalam proses penyidikan. Misalnya saja salah tangkap, penggunaan kekerasan fisik, penahanan yang menyimpang dari ketentuan undang-undang, dan lain sebagainya.
Guna melindungi hak-hak tersangka yang menjadi korban kesalahan penyidik dalam proses penyidikan, pada dasarnya KUHAP telah memberikan kesempatan kepada tersangka untuk mengajukan upaya praperadilan. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang:
a) Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan;
b) Sah tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan
c) Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.
Namun demikian dalam pelaksanaannya, terdapat kendala. Hal tersebut berkaitan dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tersebut, dalam praktiknya sering dianggap membelenggu hak tersangka untuk mengajukan praperadilan. Dalam hal terdapat permohonan praperadilan dari tersangka, penyidik akan berusaha secepatnya menyelesaikan BAP dengan harapan agar secepatnya perkara diperiksa oleh pengadilan, yang pada akhirnya dengan sendirinya akan menggugurkan permohonan praperadilan.

No comments:

Post a Comment

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSEKUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Peradaban dunia pada saat ini ditandai dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua sektor k...