Thursday, August 20, 2009

TANGGUNG JAWAB PT. PLN KEPADA KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PADAMNYA ALIRAN LISTRIK

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah membawa dampak yang sangat besar dalam tatanan kehidupan sekarang ini. Banyak pekerjaan yang dulunya mustahil dilakukan namun dengan adanya teknologi menjadikan pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh manusia. Kemajuan teknologi sekarang ini menjadikan manusia atau masyarakat mudah dalam melakukan kegiatan di segala bidang, baik bidang transportasi, informasi, dan bidang-bidang lainnya.
Semua teknologi yang ada saat sekarang ini, pada umumnya pengoperasionalannya bergantung pada listrik. Listrik secara umum dapat dikatakan telah banyak membantu manusia dalam melakukan berbagai kegiatan. Dapat dibayangkan apabila sehari saja hidup manusia ini tanpa adanya listrik, maka serasa dunia menjadi lumpuh total.
Pengelolaan listrik di Indonesia pada saat ini dikelola oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang selanjutnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dengan sistem perjanjian jual beli. Penggunaan sistem jual beli listrik antara PT. PLN dengan masyarakat pengguna jelas tertuang dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).


SPJBTL dibuat secara sepihak, yakni oleh PT. PLN. Bentuk perjanjian yang dibuat secara sepihak tersebut tentunya hanya mengunttungkan salah satu pihak saja, dalam hal ini adalah PT. PLN. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktik apabila konsumen pengguna listrik terlambat membayar atas penggunaan listrik, maka pihak PT. PLN tidak segan-segan menarik denda keterlambatan tersebut. Namun, di salah satu pihak apabila listrik padam, pihak PT. PLN seolah-olah tidak mau tahu.
Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa mati atau padamnya listrik adalah hal biasa terjadi, padahal rekening listrik tidak boleh terlambat dibayar oleh masyarakat konsumen. Masyarakat memang tidak dapat berbuat banyak selain menerimanya dengan alasan yang tidak logis.
Perlu ditegaskan bahwa hak konsumen adalah merupakan kewajiban dari pelaku usaha, dan sebaliknya kewajiban konsumen merupakan hak dari pelaku usaha. Dalam melihat pelayanan yang dilakukan oleh PT. PLN, maka dapat dikatakan masyarakat selaku konsumen telah melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan. Namun masyarakat tidak memperoleh haknya untuk kenyamanan dan keamanan berupa pemadaman listrik yang secara tiba-tiba ataupun terjadwal yang dapat berakibat pada terganggunya aktivitas sehari-hari. Terlebih lagi bagi mereka konsumen listrik yang mata pencahariannya tergantung dengan kontinyuitas listrik, dengan padamnya listrik ini jelas sangat berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan mereka.
Perlakuan yang diberikan oleh pihak PT. PLN selaku perusahaan listrik negara seringkali membuat jengkel masyarakat, masyarakat diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, sering dalam keadaan terpaksa menerima perlakuan tersebut karena masyarakat memang sangat membutuhkannya, padahal juga hak masyarakat untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Dalam keadaan demikian sebenarnya perundang-undangan sudah mengaturnya. Dalam Pasal 45 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa, yaitu penyelesaian secara damai. Anggota masyarakat yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, dan dapat juga dilakukan oleh Lembaga perlindungan konsumen.
Mendasarkan pada uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai tanggung jawab PT. PLN kepada konsumen bilamana terjadi padamnya aliran listrik ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul “ TANGGUNG JAWAB PT. PLN KEPADA KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PADAMNYA ALIRAN LISTRIK”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab PT. PLN kepada konsumen bilamana terjadi padamnya listrik ?
2. Bagaimana upaya konsumen listrik apabila PT. PLN tidak melaksanakan tanggung jawabnya?

C. Pembahasan
1. Tanggung Jawab PT. PLN Kepada Konsumen Bilamana Terjadi Padamnya Listrik
Dalam memenuhi kebutuhan akan listrik, masyarakat dapat mengajukan permohonan penyambungan aliran listrik kepada PT. PLN sebagai pihak yang berwenang dalam hal pendistribusian aliran listrik. Pengajuan permohonan disampaikan kepada PT. PLN dengan melampirkan beberapa syarat dan pernyataan kesanggupan untuk mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. PLN.
Atas pengajuan permohonan untuk menjadi pelanggan listrik pada PT. PLN tersebut, pihak calon pelanggan/calon konsumen diwajibkan untuk menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).
SPJBTL tersebut dibuat secara sepihak, yakni oleh PT. PLN. Dengan diberikannya judul perjanjian antara PT. PLN dengan konsumen sebagai perjanjian jual beli, maka dalam pelaksanaannya-pun identik dengan jual beli pada umumnya.
Jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dari rumusan Pasal 1457 KUH Perdata tersebut dapat ditarik pengertian bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.
Dengan telah dibayarnya Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Pelanggan oleh konsumen, maka pada saat itu juga konsumen dinyatakan sah sebagai pembeli atau pelanggan PT. PLN yang berkewajiban membayar harga satuan listrik sesuai yang dipergunakan dalam setiap bulannya dan berhak menikmati aliran listrik sebagaimana telah diperjanjikan.
Di pihak PT. PLN, dengan telah dibayarnya Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Pelanggan oleh konsumen, maka PT. PLN mempunyai kewajiban untuk menyerahkan atau memberikan aliran listrik kepada konsumen tersebut dan berhak mendapatkan bayaran atas penggunaan aliran litrik oleh konsumennya. Hal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata yang merumuskan jual beli sebagai “suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Dalam praktek jual beli aliran listrik antara PT. PLN dengan konsumen, apabila konsumen lalai melakukan pembayaran maka pihak PT. PLN akan memberikan sanksi berupa biaya denda yang disertai pemutusan aliran listrik, sedangkan pada pihak PT. PLN tanggung jawab pemenuhan kewajiban terkesan tidak menanggung beban apapun. Apabila pihak PT. PLN tidak dapat melaksanakan pemberian aliran listrik secara berkesinambungan atau mengalami gangguan yang menjadikan terhambatnya pelaksanaan kewajibannya, baik teknis maupun non teknis, Pihak PT. PLN tidak sedikitpun memiliki beban tanggung jawab. Hal tersebut didasari dari kenyataan yang ada selama ini, hampir disetiap padamnya listrik PT. PLN seolah-olah tidak tahu menahu, ataupun terkesan tidak berkepentingan walaupun dalam hal ini PT. PLN mencoba melakukan perbaikan atas akibat padamnya listrik.
PT. PLN merasa bahwa bagaimanapun juga konsumen tetap membutuhkan aliran listrik yang hanya bisa didapat dari PT. PLN, sehingga mau tidak mau pihak konsumen harus tetap sabar dan menunggu. Dalam hal ini timbul kesan PT. PLN menunjukkan kekuasaannya sebagai pemagang hak monopoli penyalur atau penjual aliran listrik di Indonesia.

2. Upaya Konsumen Listrik Apabila PT. PLN Tidak Melaksanakan Tanggung Jawabnya
Dalam hubungan hukum yang terjadi karena adanya perjanjian, tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu dan sebaliknya. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi maka pihak tersebut dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli aliran listrik terdiri dari dua pihak, yaitu konsumen dan PT. PLN, sedangkan sesuatu yang dituntut tersebut dinamakan prestasi yang dalam hal ini adalah aliran listrik.
Dengan demikian wanprestasi dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu kemungkinan wanprestasi oleh konsumen dan kemungkinan wanprestasi oleh PT. PLN (Persero).
a. Wanprestasi oleh pihak konsumen
Telah disampaikan di atas bahwa prestasi yang harus dilakukan atau diberikan oleh pihak konsumen adalah pemenuhan kewajiban-kewajiban yang melekat pada konsumen itu sendiri berdasarkan perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Sebagai timbal balik dari hak yang diperoleh, konsumen mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut:
(a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
(b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
(c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
(d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adapun kewajiban utama dari konsumen listrik menurut SPJBTL adalah terlaksananya pembayaran rekening listrik sesuai dengan batas waktu sebagaimana telah diperjanjikan. Apabila pihak konsumen tidak melakukan pembayaran pada waktu yang telah ditentukan oleh PT. PLN tersebut, maka pihak PT. PLN akan memberikan surat peringatan kepada konsumen untuk segera melakukan pembayaran, dan apabila ternyata konsumen masih belum melakukan pembayaran, maka pihak PT. PLN akan melakukan pemutusan sementara aliran listrik. Selanjutnya apabila konsumen hendak melakukan pembayaran penggunaan listrik yang telah dilakukan pemutusan alirannya oleh PT. PLN, konsumen dikenakan biaya denda yang besarnya telah diperjanjikan dan aliran lisrik disambung kembali. Sebaliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan konsumen belum juga melakukan pembayaran, maka pihak PT. PLN akan melakukan pemutusan permanen dengan mengambil beberapa instalasi listrik yang terdapat di rumah konsumen. Dengan demikian apabila pihak konsumen mengharapkan penyambungan aliran listrik kembali diberlakukan persyaratan seperti pemasangan baru dengan tetap menyelesaikan kewajiban yang terhutang.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa apabila konsumen melakukan wanprestasi, maka kepadanya diberikan sanksi berupa pembayaran denda hingga sampai pada penghentian permanen aliran listrik. Dengan demikian jelas terlihat bahwa apabila konsumen wanprestasi maka upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak PT. PLN adalah memutuskan sambungan aliran listriknya.
b. Wanprestasi oleh pihak PT. PLN
Pihak PT. PLN selaku debitor atau produsen wajib memenuhi prestasi yang berupa pemenuhak hak-hak konsumen. Adapun mengenai hak-hak konsumen, disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa konsumen mempunyai hak-hak sebagai berikut:
(a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
(b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
(c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
(d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
(e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
(f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
(g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
(h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

SPJBTL yang telah dibuat dan telah ditandatangani kedua belah pihak tidak banyak memuat kewajiban pihak PT. PLN, kewajiban PT. PLN yang nampak pada SPJBTL hanyalah berupa penyambungan aliran listrik.
Untuk lebih mengetahui upaya penyelesaian apabila PT. PLN yang dalam hal ini bertindak sebagai debitor melakukan wanprestasi, berikut ini akan disampaikan ketentuan-ketentuan mengenai wanprestasi beserta penyelesaiannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendapat para ahli;
Wanprestasi dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu :
1) Karena kesalahan debitor, baik dengan sengaja maupun tidak, tidak dipenuhi kewajiban ataupun karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (Overmacht) yaitu di luar kemampuan debitor.
Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Wanprestasi seseorang debitor dapat berupa empat macam keadaan, yaitu ;
(a) Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali.
(b) Debitor memenuhi prestasi tetapi tidak baik atau keliru.
(c) Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.
(d) Debitor melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dalam hal ini wanprestasi yang sering dilakukan oleh pihak PT. PLN adalah berupa pemenuhan prestasi dengan tidak baik atau keliru sehingga aliran listrik menjadi tidak lancar atau sering mengalami padam atau pemadaman.
Wanprestasi yang demikian ini disadari atau tidak disadarai membawa akibat yang merugikan bagi kreditor yang dalam hal ini adalah konsumen, oleh karenanya sangat wajar apabila sejak saat tersebut debitor berkewajiban mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat dari pada wanprestasi tersebut. Dalam hal ini konsumen dapat menuntut ;
a) Pemenuhan perikatan
b) Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
c) Ganti rugi
d) Pembatalan persetujuan timbal balik
e) Pembatalan dengan ganti rugi.
Ganti rugi tersebut dapat merupakan pengganti dari pada prestasi pokok, akan tetapi dapat juga sebagai tambahan di samping prestasi pokoknya. Dalam hal ganti rugi sebagai pengganti prestasi pokok terjadi karena debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali, sedangkan ganti rugi sebagai tambahan di samping prestasi pokok adalah karena debitor terlambat memenuhi prestasi.
PT. PLN dapat disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum. PT. PLN dapat dijerat dengan Pasal 1365 KUH Perdata, yakni kelalaian yang mengakibatkan kerugian, gangguan atau kerusakan yang berakibat tidak lancarnya aliran listrik seharusnya bisa diantisipasi, sebab setiap perusahaan seperti PT. PLN pasti mempunyai tenaga perawatan.

D. Kesimpulan
1. Tanggung jawab PT. PLN kepada konsumen bilamana terjadi padamnya listrik sesuai peraturan perundang-undangan adalah memberikan ganti rugi sesuai dengan nilai kerugian hyang diderita konsumen.
2. Upaya konsumen listrik apabila PT. PLN tidak melaksanakan tanggung jawabnya, konsumen dapat mengajukan pemenuhan perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti rugi, ganti rugi, pembatalan dengan ganti rugi dan/atau pembatalan persetujuan timbal balik kepada PT. PLN.

No comments:

Post a Comment

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSEKUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Peradaban dunia pada saat ini ditandai dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua sektor k...